Laman

Ratna Sari, Penjojo Sambal Keliling yang Pantang Menyerah

Ratna Sari, Penjojo Sambal Keliling yang Pantang Menyerah
Oleh Ninik Puspita Sari
            Suara adzan Subuh menggema disetiap sudut kota, sesosok tubuh terbangun dari tidurnya mengambil air wudhu’ dan langsung melaksanakan shalat. Kesunyian pagipun pecah oleh merdunya suara kokok ayam jantan dan hiruk pikuk warga. Ketika matahari belum sepenuhnya terbit, terlihat tubuh manusia terhuyung-huyung melangkah sambil mempersiapkan bahan masakan, mata yang cekung menatap pagi dengan penuh harapan, baju yang lusuh dan sendal jepitpun selalu menghiasi tubuhnya.
            Hidup di zaman sekarang tidak semudah yang kita bayangkan, begitupun kehidupan berkeluarga saat ini yang tidak pernah berkecukupan membuat rumah tangga menjadi tidak harmonis dan sering terjadi perpisahan. Apalagi kurangnya keimanan dalam diri seseorang tersebut. Sekarang ini kebutuhan yang melonjak dan harga barang yang mahal, membuat keuangan keluarga bertambah surut dan anak-anakpun ingin bersekolah, semua membutuhkan biaya. Bagi keluarga yang penghasilannya kurang berkecukupan, hanya suaminya saja yang berusaha mencari uang, maka kehidupan keluarganya akan terus kekurangan dan harus ada istri yang berusaha membantu untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
            Berbeda dengan Ratna, perempuan 40 tahun ini mempunyai anak empat orang. Anak yang pertama kelas satu SMA, anak yang kedua kelas satu SMP, anak yang ketiga kelas dua SD dan anak yang keempat masih berumur dua tahun. Ia mempunyai suami tetapi penghasilannya sangat sedikit dan tidak mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.
            Memang kehidupan berkeluarga tidak semudah yang kita bayangkan, perempuan yang bertempat tinggal di gang Mela ini berprofesi sebagai penjual sambal keliling yang sudah dimasaknya dengan berjalan kaki yang diletakkan di dalam panci dan ditopang di atas kepala.
            Nasib Ratna tidak seberuntung ibu-ibu yang lain, ia mulai memasak setelah shalat Subuh. Bahan yang sudah disiapkannya dari tadi siang dibersihkan dan dimasak sesuai dengan bermacam-macam jenis sambal yang akan dijual, diantaranya ikan goreng cabe hijau dan cabe merah, gulai paku pakai Terasi Udang. Tidak hanya Ratna sendirian yang memasak tetapi ia juga dibantu oleh anak perempuan yang masih kelas satu SMA. Ia memasak dari pukul 05.00 WIB  sampai pukul 08.00 WIB  pagi. Sebelum anak-anaknya pergi ke sekolah ia menanti rupiah yang turun dari tangan Ratna, anak yang pertama meminta uang Rp 15.000 untuk belanja dan  sekaligus biaya transportasi ke SMA, begitu setiap pagi Ratna mengeluarkan uang untuk anak-anaknya.
            Target yang sering ia kunjungi berjualan sambal keliling ialah di kawasan STKIP PGRI Gunung Pngilun Padang dan kawasan kampus 3 Bung Hatta karena disanalah banyak mahasiswa yang sering membeli sambal , Ratna berjualan di depan kost mahasiswa sambil mengucapkan kata sambal, sambal, sambal. Peminat sambal ini cukup banyak “sambal yang dijual Ibu Ratna sangat enak, gurih dan higienis” tutur Sari mahasiswa STKIP.
            Perempuan paruh baya ini berjualan dari pukul 10.00 WIB sampai pukul 12.00 WIB. Dalam satu hari Ratna bisa menghasilkan uang ± Rp 40.000 padahal kebutuhan keluarga sehari Rp 70.000, maka dari itu ia berusaha lebih keras lagi untuk berjualan sambal keliling.
            Bagi Ratna lelah dan penatpun tak dihiraukan lagi, panas matahari yang menerpanya membuat badan bertambah letih. Lelah kini kaki berjalan mencari para pembeli, tetapi keadaan tentu saja tidak selamanya mendukung, kadang cuaca tidak mengizinkan apalagi musim hujan, semua barang dagangannya ditutupi dengan plastik supaya tidak basah. “Satu hari sebanyak 60 bungkus sambal yang dijual, satu bungkus sambal seharga Rp 5.000 dan sayur seharga Rp 3.000, kalau sayur kuahnya berwarna bening  atau biasa saja harganya cuma Rp 1.000 yang penting harganya terjangkau kantong mahasiswa. Yang namanya berjualan pasti tidak semuanya habis pasti ada yang tidak laku, biasanya paling banyak tinggal 10 bungkus sambal dan kerugiannya Rp 50.000”, semua diurai Ratna dengan gamblangnya.
            Ia tidak malu dengan profesinya berjualan sambal keliling  “ngapain harus malu, tapi kalau kita menjual diri baru kita malu dengan perbuatan kita”. Tuturnya. Ratna adalah satu diantara beribu makna kehidupan yang mengalir dalam dunianya yang penuh tantangan itu. Sebagai perempuan yang mempunyai empat orang anak, sungguh ia tidaklah mudah berputus asa ia bekerja membanting tulang sekuat tenaga untuk menghidupi keluarganya.
Memang dalam menjalani kehidupan, tidak semudah dibayangkan, semua butuh tantangan dan perjuangan, Dunia memang keras bagi orang yang tidak punya pengetahuan atau ilmu. Orang yang berilmu sangat mudah menggapai manisnya dunia, dibandingkan dengan orang yang tidak punya ilmu. Cucuran keringat menjadi cambuk untuk mendorongnya hingga ia bisa menghidupi dan membiayai sekolah anak-anaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar