Laman

Butiran Berlian


Butiran Berlian
Oleh Beni Hermanto
Pancaran mentari mencucuk tepat di kedua mataku saat memandangi sebuah rumah di cendana. Dari sebrang jalan raya aku memperhatikan seorang anak kecil terlentang. Nampak wajah dan kaos merah yang melekat ditubuhnya dibasahi keringat karena panas badan yang terus melonjak.
Pemandangan itu menggoda aku untuk melangkah kearahnya. Aku berdiri tepat disampingnya memandang sedih pada hasil karya sang pencipta. Anak perempuan sedang kejang di halaman rumah.
Rupanya, Mawar (5) dengan asik-asiknya bermain kejar-kejaran dengan teman sebayanya. ”Hawa tubuhnya memanas, dia seperti orang yang sangat kecapean lalu seraya badanya kejang-kejang” kata ica terbata-bata. Semua teman-teman sepermainannya langsung bergerombolan, berdesak-desakan mengelilingi sambil melototinya. “Saya pikir dia joget, gerakkanya seperti penari aja” kata ica tambahnya lagi.
Aku bahkan tidak percaya bisa merawat Mawar yang lagi kejang dengan tanganku sendiri. Ku popong tubuh Mawar ke atas kursi bambu yang dibuat di bawah pohon jambu. Ku mulai melonggarkan bajunya dan memerengkan tubuhnya kesamping agar lidahnya tidak menutupi jalan pernafasan lalu membiarkan kejangnya belangsung sampai rasa kantuk menyerang dan membiarkannya terlelap.
Dalam sapuan angin membelai dedaunan jambu menutupi pandanganku ke arah sesosok tubuh yang tengah berjalan separuh berlari. Tampaknya begitu tergesa-gesa. Walau tubuh itu tampak samar karena pancaran sinar mentari sesekali menusuk langsung ke mataku bila dedaunan dibelai angin namun sesosok tubuh itu memang lurus melangkah kedalam bola mataku.
Sepertinya dia tidak peduli dengan pemandangan sekitar. Butiran-butiran berlian hangat mulai berjatuhan dari pelupuk matanya, mulutnya bungkam. Sesekali tangannya berusaha mengusap basahan di pipinya. Semua hening, hanya suara isak yang sesekali terdengar seperti menahan puncak kepiluan yang sangat menghujam. Tak lama keheningan itu menyelimuti suasana, tiba-tiba suara lembut dengan penuh perasaan langsung menusuk lubang telingaku, “terima kasih nak” berkata dengan didampingi isak pilu kesedihan.
Sesosok tubuh yang dari tadi duduk di sampingku yang mengenakan daster ungu yang membalut tubuhnya, ternyata Ros (31) Ibu dari Mawar.
Orang tua mana yang tak sedih mendengar anaknya menyandang penyakit yang bagaimanapun juga bisa dikatakan jarang. Dari sekumpulan seratus orang belum tentu ada satu yang menderita sakit ayan. Itu bukan salesma, bukan juga demam. Anggapan sekeliling yang rendah membuat penderita penyakit ini merasa kecil hati. Karena manusia awam menempatkan sejajar dengan penyakit gila. Tapi bidang kesehatan memberi nama lebih medikal dengan sebutan Epilepsi. Untaian kata-kata yang membentuk rangkaian kalimat itu langsung menusuk jantung, mengiris-ngiris sehingga pertahanan yang ku bangun dari tadi hancur berkeping. Tak dapat dipungkiri pipiku mulai basah dijatuhi butiran-butiran bening, terasa hangat ketika jatuhan itu mengenai lenganku.
Epilepsi merupakan manifestasi klinis dari ganguan lepas muatan listrik yang berlebihan (abnormal) dari sel-sel neuron di otak yang mendadak (paroksimal) berkala, berlalu dan reversibel. Mengakibatkan terganggunya kesadaran sistim motorik, sensorik, vegetative, psikik, kemudian menjadi normal kembali.
Penyebabnya dibagi dua. Pertama Epilepsi primer (idiopatik) yang tidak ditemukan penyebabnya. Kedua Epilepsi sekunder yang penyebabnya diketahui yaitu, kelainan waktu kehamilan, kongenital, kromosom, radiasi, infeksi, kelainan pada metabolik. pada dewasa, cedera kepala, tumor otak, infeksi serebral. Penyebab bawaan, sclerosis tuberosa, neurofibromatosis, kecenderungan turunan.
Pemeriksaannya dalam istilah kedokteran disebut elektroensefalografik. Kependekanya bisa dinamakan EEG. Anak harus tenang, kepalanya dimasukan kedalam alat yang berbentuk kepompong. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengambil rekaman aktivitas otak.
Klasifikasi menurut ILAE (International leaque against epilepsy) Serangan parsial sederhana, dengan manifestasi motorik, dengan manifestasi sensorik, dengan manifestasi autonomik, dengan manifestasi psikik. Serangan parsial komplek, gambaran parsial sederhana (seperti A1-4) awalnya disusul dengan serangan lena (absence). Dengan serangan lena dapat diikuti oleh autonomisme. Serangan mioklonik, Kontraksi kelompok otot anggota gerak singkat. Bisa serangan tunggal atau berulang. Benda yang dipegang terlontar (flying saucer syndrome). Serangan atonik, Terjatuh karena kehilangan tonus otot tidak diikuti tonik klonik bisa kepala terkulai tiba-tiba.
Tak terasa waktu bergulir. Sudah dua jam rupanya aku berada di bawah pohon jambu yang rindang dengan dedaunan yang terus manari-nari diayun angin. Dari serangkaian ucapan Ros, ternyata Mawar sedang menjalani pengobatan yang terkontrol dan teratur berkat anjuran dokter.
Seiring waktu berjalan Ros berharap, dalam proses penyembuhan Mawar berjalan lancar dan Mawar dapat berlarian lagi dengan teman-teman sebaya mengintari dunianya dengan penuh kebahagian tanpa pancaran butir kepiluan.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar