Laman

PEREKONOMIAN MEMBELENGGU KEHIDUPAN


PEREKONOMIAN MEMBELENGGU KEHIDUPAN

Oleh Tria Ulandari
Kehidupan bagaikan ombak yang berkejar-kejaran di sepanjang pinggir pantai, yang mana ombak itu berlari dan berusaha untuk berada di atas, begitu juga dengan kehidupan manusia, seseorang itu tidak pernah puas dengan apa yang mereka peroleh, sebisa mungkin ia akan berusaha untuk lebih dari yang ia peroleh.
Begitu juga dengan Ibu Misnar, meskipun hidup dengan 9 orang anak tanpa didampingi oleh seorang suami (Bapak Siat) karena suaminya telah almarhum semenjak anak bungsunya berumur 2 minggu, Bapak Siat mengalami penyakit stroke selama delapan bulan. Bu Misnar telah berusaha semampunya untuk mengobati suaminya namun tidak ada hasilnya, karena tidak ada biaya untuk pengobatan suaminya yang kesekian kalinya, maka Bu Misnar telah pasrah dengan keadaan suaminya yang semakin hari semakin parah, hingga ajal menjemputnya. Perekonomian rumah tangga Bu Misnar tergantung pada hasil pertaniannya, Bu Misnar tergolong keluarga yang kurang mampu karena pendapatannya sering tidak mencukupi untuk biaya kehidupannya sehari-hari. Tanpa rasa lelah ia berusaha untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya dengan bekerja keras membanting tulang seorang diri demi anak-anaknya. 
Bu Misnar berasal dari kabupaten pesisir selatan tepatnya di kecamatan batang kapas yang berusia 45 tahun ia seorang petani di kampungnya. Penghasilan perekonomian masyarakat batang kapas pada umumnya tergantung pada sektor pertanian yaitu tanaman padi dan karet, 70 % masyarakat batang kapas merupakan petani dan 30% wiraswasta ujar Bu Misnar. Perekonomian penduduk pesisir selatan sebagian besar bergantung pada sektor pertanian, tanaman pangan, perikanan dan perdagangan. Sementara sumberdaya potensial lainnya adalah perkebunan dan pariwisata.
Dua minggu yang lalu Bu Misnar berkata “apabila padi yang di tanamnya subur dan tidak berpenyakit maka panen padinya akan menuai hasil yang lumayan banyak. Bu Misnar biasanya menjual hasil panennya kepada Bapak Ijal yang berprofesi sebagai seorang toke di kampung itu. Harga padi per karung yang dibeli Pak ijal mencapai 130.000 per karung, begitu juga dengan karet, harga karet 13.000 per kg. Hasil dari petani Batang Kapas ini akan dijual ke luar daerah seperti ke Padang, Payakumbuh dan lain sebagainya . Dari hasil itulah Bu Misnar membiayai anaknya sekolah,  tetapi apabila padi yang ditanamnya tidak subur dan berpenyakit maka padi yang akan di panen itu hasilnya merosot turun bahkan modal untuk menanamnya pun tidak keluar. Masyarakat Batang Kapas pernah mengalami gagal panen selama satu tahun karena disebabkan kemarau panjang yang mengakibatkan sawah penduduk sekitar tidak di aliri air ujar Pak Ijal”. Untuk itu selama kemarau melanda kampungnya, Ibu separuh baya ini juga bekerja sebagai tukang cuci di kampungnya, hasil yang diperoleh Bu Misnar per hari Cuma 20.000 sedangkan biaya yang di keluarkan per hari 40.000, untuk itu Bu Misnar harus lebih giat lagi bekerja demi keluarganya. Ia tidak mengenal rasa gengsi untuk mencari uang.  Bekerja sebagai tukang cuci tidak masalah yang penting halal.  ujar Bu misnar dengan semangatnya.
Anak pertama dan kedua Ibu ini sudah berkeluarga sedangkan tujuh orang yang lainnya masih tanggung jawab Bu Misnar untuk membiayai dan menyekolahkannya. Buk Misnar bekerja membanting tulang karena ingin menyekolahkan anak-anaknya sama seperti anak-anak yang lainnya, malahan ia bercita-cita kalau ada rejeki ia akan menyekolahkan anak-anaknya keperguruan tinggi supaya nasib anak-anaknya tidak sama seperti ia yang membanting tulang ke sawah, ke kebun dan sebagai tukang cuci. Tanpa mengenal lelah, hujan dan panas pun tidak penghalang baginya untuk bekerja.
Seorang ibu yang anak/keluarganya jatuh dari tempat yang tinggi tak seharusnya menghabiskan waktu dengan menangis dan berteriak, tetapi ia harus segerah membalut lukanya, dan seorang wanita yang berpikir akan merubah padang pasir menjadi kebun yang indah, begitu juga dengan perjuangan Bu Misnar kepada anak-anaknya. Meskipun ia membesarkan anak-anaknya dan membanting tulang seorang diri tanpa sosok seorang suami ia tidak pernah mengeluh dan berputus asa dalam menghadapi peliknya kehidupan yang ia jalani bersama anak-anaknya. Selain itu Ibu dari 9 orang anak ini juga tidak bosan-bosannya untuk berdoa dan berserah diri kepada yang kuasa  semoga diberi rejeki dan kesehatan kepada keluarganya.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar