Laman

UPACARA KEMATIAN SEORANG PENGHULU ADAT “DATUAK” RANG SALIMPAUNG, MALALAK"


UPACARA KEMATIAN SEORANG PENGHULU ADAT “DATUAK” RANG SALIMPAUNG, MALALAK
Oleh Nelvi Awlia Sari
            Minangkabau merupakan suatu daerah di provinsi Sumatera Barat yang mempunyai banyak suku dan ragam adat istiadat. Ragam adat yang kental di minangkabau membuat masyarakatnya hidup dalam kungkungan tradisi yang mengikat. Oleh karena itu masyarakat minang menganut paham “Adaik Basandi Sarak, Sarak Basandi Kitabullah.”
            Minangkabau daerah yang mejunjung tinggi adat juga daerah yang kental dengan agama, yaitu agama Islam. Mungkin karena mayoritas penduduk di Minangkabau beragama Islam. Sarak Basandi Kitabullah merupakan lambang yang menekankan, bahwa orang Minang adalah orang yang memegang teguh agamanya. Segala perbuatan yang dilakukan dalam menjalankan adat harus sesuai dengan kitabnya yaitu Al-Quran.
Penghulu adalah seorang mamak yang di dahulukan selangkah dan dijungjung tinggi oleh anak,  kemenakan dan sanak saudaranya. Oleh karena itu mamak di minangkabau sangat dihargai oleh kaumnya.  Begitu besar penghargaan untuk seorang mamak mulai dari diangkat dan dipercayai untuk membimbing kaumnya hingga akhirnya mamak menutup mata dan mengahadap ilahi.
Menurut Zaidir Sutan Mangkudun salah seorang tokoh masyarakat Minang, mengatakan  “Peranan mamak memang sangat penting bagi orang Minang, orang Minang yang tidak memiliki mamak membuat segala urusan menjadi susah untuk diselesaikan.” Misalnya saja pada pesta perkawinan atau berbagai hal dan kejadian yang terjadi di kampung itu haruslah ada mamak yang menyelesaikannya. Apabila ada masalah yang ingin diselesaikan dalam kampung itu maka yang pertama kali ditanya terlebih dahulu adalah siapa mamaknya? Dan anak kemenakan siapa ini?.
Di Dusun Salimpaung, Malalak Kabupaten Agam ini, merupakan salah satu contoh dari sekian banyak daerah-daerah di minangkabau yang masih menganut kental adat istiadat dalam menjujung tinggi peranan mamak adat bagi masyarakat atau kaumnya.
Menurut Tek Roih (45) beberapa waktu yang lalu seorang mamak adat atau Datuak kaumnya meninggal dunia. Datuak Tumangguang, mamak adat suku Koto namanya. Angku Datuak ini meninggal pada usia 51 Tahun, tutur Tek Roih “Angku Datuak meninggal sebenarnya belumlah terlalu tua sehingga gelar mamak adat masih disandangnya.” Padahal seorang mamak adat boleh meminta untuk digantikan tugasnya sebagai Datuak, apabila sudah tidak sanggup lagi menjalankan tugasnya sebagai penguhulu adat. Bisa saja jika usianya sudah tua kira-kira 70 tahunan.
Meninggalnya seorang penghulu atau Datuk ini membuat penduduk desa Salimpaung merasa sangat kehilangan sosok mamak adat yang mereka kagumi. Dalam prosesi pemakaman Angku Datuak ini berlangsung sangat lama dan memakan waktu. Padahal Angku Datuak meninggal sudah sejak pukul 01:30 dini hari Jumat 26 Januari 2011, tetapi proses pemakaman tertunda hanya karena beliau seorang mamak adat yang hingga menutup mata pun masih ditunggu untuk melepaskan tanggung jawab gelar mamak adat yang melekat padanya semasa hidup. Angku Datuak akhirnya dimakamkan pukul 11.30 WIB. Seharusnya pukul 08.00 WIB sudah bisa dimakamkan, jika almarhum bukannlah seorang mamak adat.
Sebelum almarhum Angku Datuak di makamkan, beliau harus menurunkan gelar atau tahta yang di sandangnya kepada kemenakannya. Hal ini dimaksudkan agar ada yang menggantikan peran mamak adat setelah Angku Datuak meninggal. Gelar atau tahta yang dimiliki oleh Angku Datuak ini memang harus diturunkan pada saat itu juga agar almarhum bisa langsung dimakamkan dan arwahnya melihat sudah ada kemenakan yang menggantikan tugasnya sebagai mamak adat, sehingga tidak kecewa meninggalkan kemenakannya di dunia. Setelah dikubur nanti arwahnya juga akan senang dan sudah melepaskan tanggung jawabnya sebagai mamak adat.
Tahta atau gelar almarhum Angku Datuak ini diturunkan dengan cara menanggalkan segala pakaian adat yang yang melekat pada almarhum semasa hidupnya. Sebelum almarhum Angku Datuak Suku Koto dimandikan jenazahnya, beliau di pakaikan pakaian penghulu adat terlebih dahulu berikut dengan “saluak” atau lambang mahkota mamak adat orang minang. Setelah itu barulah diturunkan gelar atau tahta tersebut dengan mengucapkan berbagai pantun atau petatah petitih orang Minang. Penghulu baru yang ditunjuk untuk menggantikan mamak adat yang telah meninggal harus memakai pakaian adat dan segala atribut penghulu yang telah diturunkan tersebut.
Setelah Tek Roih (45), Uwo Suna(60) juga menambahkan, bahwa “seorang mamak adat apabila dikabarkan meninggal dan berita meninggalnya itu akan disampaikan dengan memukul gong.” Gong adalah alat yang digunakan untuk prosesi adat, segala macam prosesi adat akan menggunakan gong untuk memberitahu seluruh masyarakat kampung. Suara gong yang dipukul keras akan membuat seisi kampung mendengarnya dan mencari tahu dari mana datangnya suara itu.
Uwo Suna menuturkan “alhamdulilah adat masih dipakai di kampung ini, meskipun banyak generasi yang sudah mulai melupakan adat”. Kenyataan yang ada pada zaman sekarang ini memang betul adanya . Semoga saja masih ada orang-orang atau generasi berikutnya yang masih mau menjunjung tinggi adatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar